Kamis, 13 Juni 2013

Benang Kecil Rahasia

Kalian pernah bertanya pada Tuhan, kenapa suatu ketika otakmu kehilangan akal sehatnya dan kehilangan semua kontrol di dalamnya. Hidup yang sudah tertata, prinsip, dan tata rencana yang jelas mendadak lenyap. Berganti impian sederhana, kelewat sederhana. Atau bahwa sangat tidak keren buat seorang kamu yang punya impian melambung di awan-awan.

Saya mengalami hal itu, tiga tahun lalu. Untuk hal apa? maaf, saya tidak bisa memberi tahu siapa pun. Kenapa? karena saya tak mau kebodohan ini terlihat. Saya mau menjadi perempuan "gentlemen" yang dengan gagah berani mengakui kesalahan di depan Tuhan dan menerima dengan baik meski tubuh terasa sakit. Sampai saat ini, saya semua kesadaran kembali, saya benar-benar tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi pada saya tiga tahun lalu. Satu kata yang bisa mewakili: naif (polos yang mendekati bodoh). Semuanya terjadi dalam lubang angan-angan. Seperti terkena dampak narkoba, saya diserang kecanduan luar biasa. Bayang-bayang kedamaian yang luar biasa. Hidup indah bagai di surga. Ah...rasanya ingin saya skip saja masa itu. Sayang, Tuhan tidak menyediakan fasilitas canggih ini.

Seperti petualang yang kehilangan kompas lantas kehilangan arah, saya merasa asing dengan tempat ini. Karena bukan ini yang saya tuju. Bukan ini yang ada dalam daftar destinasi saya. Saya benar-benar tersesat. Sedikit buang waktu, tapi tidak seluruhnya buruk. Toh Tuhan masih menampar saya dengan beberapa petanda. Yang pada akhirnya membuat saya berhenti berjalan dan menyadari bahwa jalan ini salah.

Akhirnya saya terduduk dengan napas tersengal. Menyesal, menangis, menyalahkan diri sendiri, dan sebagainya. Berbagai kata "seandainya" menari-nari di kepala. Tapi, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Sadar atau tidak, saya telah memilih jalan ini. Waktu yang terbuang, mimpi yang tertunda, langkah yang "mungkin" semakin sulit adalah risiko atas ketidakmampuan mempertahankan diri berjalan di jalan yang seharusnya. Kalau saya meratap, berapa lama lagi tujuan itu saya temui?

Akhirnya, dengan kepala tegak, dada terbusung, dan air mata yang masih berderai-derai karena masih saja menyesali kebodohan, saya melangkah, satu demi satu. Sambil terus merapal mantra yang dulu sekali selalu saya rapalkan. Di depan sana, saya akan tahu, alasan Tuhan membiarkan saya terjungkal untuk beberapa waktu.

*terkadang, saat apa yang kita dapatkan tak sesuai dengan rencana dan usaha besarmu, itulah benang kecil rahasia Tuhan. Suatu hari, kita akan bertemu dengan alasannya.


Surabaya, 13 Juni 2013