Minggu, 16 Maret 2014

I'm a Mom

"Bagaimana rasanya jadi ibu?" Pertanyaan ini hampir selalu saya berikan pada setiap kunjungan  menjenguk bayi saat masih lajang. Sebuah jawaban pun mengalir. Berbeda-beda. Apakah saya memahami kenapa mata mereka berbinar, senyum mereka menawan setiap cerita dimulai? Tidak terlalu, sampai akhirnya Tuhan memberi saya kesempatan indah itu, hampir empat bulan lalu.

Wow, empat bulan? Sebegitu cepatkah waktu begerak? Semua masih terasa seperti kemarin malam. Ketika manusia kecil itu diambil dari rahim saya, menangis dengan kencang, lalu merangkak pelan di atas dada -mencari sumber kehidupan-. Maka tibalah saya pada satu masa menjadi sumber pertanyaan "Bagaimana menjadi ibu?" Maka izinkan saya menuliskan apa yang ibu-ibu di luar sana rasakan dalam perjalanan mereka merasakan keajaibab-keajaiban dalam hidupnya. Indah yang membuat setiap perempuan berkata "sempurna". Yah, mereka telah sempurna sebagai perempuan.

Namanya Keenandira Qaireen Hayu Adityaksa. Perempuan cantik inilah yang mengubah hidup saya. Di detik pertama saya bertemu dengannya, tidak hentinya saya mengangumi kuasa Tuhan. "Jadi, manusia kecil ini yang hidup di perut saya 9 bulan ini?" pertanyaan konyol, tapi saya tak juga berhenti memandangnya. Merangkak perlahan, mencari sumber kehidupan lain setelah plasenta. Dan dia berhasil menemukannya, mengisapnya dengan sangat rakus.Hahahaha. Mungkin 24 jam perjuangan untuk bertemu dunia membuatnya kelelahan. Lantas saya memegang rambutnya, membelai kulit halusnya, memegang telapak tangan kecilnya. Inikah kehidupan Tuhan? Saya hampir tak bisa mengurai rasa dengan kata. Begitu istimewa. Untuk itulah mata setiap ibu selalu berbinar-binar setiap kali pertanyaan itu diberikan.

Hidup saya berubah? Pasti. Tidak satu detik pun saya lewatkan. Kami mengurus Kee hanya berdua. Tanpa bantuan keluarga, baby sitter, atau tetangga, hehehe. Susah? Iya. Banget? bagi saya yang mengalami persalinan caesar, sangat. Tapi semakin lama semakin menikmati. Buktinya, saya berhasil memiliki sedikit waktu untuk menulis. Huraaaa (dengan gaya Masha) :D

Kee melunakkan keras kepala saya. Menggerakkan saya dengan sangat cepat untuk sesegera mungkin menganalisis kehidupan, membaca trauma masa kecil yang ikut andil  dalam membentuk karakter dan kepribadian aneh saya, untuk kemudian berbenah. Kee membuat saya berhenti bertanya pada kehidupan kenapa saya harus kehilangan orang tua, kenapa saya tidak memiliki keluarga yang bahagia seperti teman-teman saya, kenapa masa kecil saya begitu menyedihkan hingga saya mengalami sedikit gangguan psikis. Kenapa ini dan kenapa itu?

Saya berhenti. Dengan sempurna? Belum. Tidak mudah tentu saja. Namun ketika saya melihat senyum polosnya, yang ada dalam benak saya adalah masa depannya, kehidupannya lima tahun mendatang, sepuluh tahun, bahkan tiga puluh tahun sejak hari ini. Bagaimana hidupnya bergantung pada kepribadian dan karakternya. Pada kesehatan fisik dan psikisnya. Pada iman yang tumbuh subur di jiwanya. Dan siapa yang bisa memastikan dia mendapat semua itu dengan nilai 9 atau bahkan 10? Jawabannya adalah saya.

Saya tidak mau membentuk Tsabit Nur Pramita yang kedua. Tentu saja tidak. Kee memiliki keluarga yang utuh. Dia punya ayah yang mencintainya dengan sungguh. Yang mengumandangkan adzan dan iqomah di dua telinganya, yang menenangkan tangisnya saat ibu masih tak boleh duduk dan banyak bergerak. Sejak awal, Kee mendapatkan apa yang tidak saya dapatkan. Maka tinggal selanjutnya saya meneruskan kebaikan-kebaikan yang diberikan Tuhan padanya.

Bersama kelahiran Kee, hidup saya terlahir kembali. Saya telah memaafkan masa lalu. Memaafkan kehidupan yang saya percaya Tuhan memiliki alasan yang sangat kuat mengapa saya yang dipilih untuk berada di ruang itu. Alasan yang mulai saya temukan, satu per satu, hingga nanti saya temukan yang terbesar. Dan yang terpenting dari semua adalah memaafkan ayah, melupakan ribuan luka yang dia hujam dalam jiwa kecil saya, bertahun silam. Lalu membawa namanya dalam doa-doa saya. Di mana pun dia berada sekarang. 

Menjadi ibu adalah hal terindah dalam hidup saya, dan tentu bagi semua perempuan yang menyandang jabatan ini. Menjadi ibu adalah rasa yang tak pernah bisa kita urai dengan ribuan kata. Cinta yang begitu luar biasa. Energi yang tak pernah habis. Semangat yang tak mengenal kikis
.


Sidoarjo, 17 Maret 2014
04:44

*Semoga Tuhan mensegerakan harapan setiap perempuan yang menginginkan hadirnya manusia kecil dalam rahimnya, untuk kemudian hadir dalam kehidupannya. Amin