Rabu, 30 Januari 2013

Pindul..oh Pindul...

    Sepagi ini saya sudah dibuat supergalau oleh sebuah foto liburan adik saya di Goa Pindul Yogyakarta. Kegalauan ini tentu berdasar. Sudah sangat lama saya ingin mengunjugi wisata alam yang menawarkan indahnya Goa yang berpadu dengan sungai yang mengalir di bawahnya itu. Rasanya hati saya langsung tidak keruan. Semacam patah hati tingkat dewa.
   Anda tentu bertanya, lha kalau pengen ke sana kenapa nggak langsung cusss aja sih? Nah, itu dia. Bagi perempuan bersuami seperti saya, semuanya akan berbeda. Saya tentu tidak sebebas si adik yang bisa nylanang-nylunung ke mana pun tanpa banyak terbentur jadwal libur kerja suami atau bujet yang yang harus dikeluarkan dalam sekali liburan. hahaha. Yang jelas, semua pertimbangan yang ada: rencana kehamilan (yang tentu membutuhkan dana ekstra), rencana beli rumah, dan kebutuhan-kebutuhan lain, membuat saya memutuskan untuk memasukkan liburan ke nomor dua puluh sekian di dalam daftar hal yang harus saya lakukan.
   Di saat hati gundah gulana, yang harus dilakukan adalah sesegera mungkin mencari penawarnya. Jangan pernah membiarkan penyakit ini bersarang lebih dari dua jam. BAHAYA saudara. Bisa-bisa mood berubah seharian, rencana kerja gagal, dan hasil yang dicapai tidak sesuai ekspektasi. Oh, Big NO NO. Otak saya berputar, celingak-celinguk mencari beberapa antibiotik di lemari obat. Dan, Voila!!!! Saya menemukannya.
   Satu di antara dua obat penawar galau adalah kalimat sahabat saya beberapa waktu lalu. Tepatnya saya ribuan orang merayakan nikmatnya cuti bersama Natal sampai Tahun Baru 2013. "Saya memang tidak bisa merasakan nikmatnya liburan di cuti bersama. Tapi, saat usia 35 tahun, saya akan berlibur seumur hidup saya". Kalimat itu menjadi status teman saya di beberapa media jejaring sosial, FB dan BBM. Tentu sahabat saya tidak bisa merasakan liburan saat cuti bersama kemarin. Kedai Mi pedas yang baru dirintisnya beberapa bulan lalu akan penuh sesak dengan pengunjung di musim liburan. Itu artinya pundi-pundi uang siap mengalir deras. Meski harus dibayar dengan kerja keras.
    Obat kedua yang saya temukan adalah sebuah artikel lepas yang saya baca di salah satu koran harian beberapa bulan lalu. Tulisan yang sangat mengena sehingga saya pun dengan mudah mengulang ceritanya. Sebut saja namanya Agnes, saya benar-benar lupa namanya. Agnes adalah mahasiswi S2 di Jerman. Dia punya cita-cita untuk pensiun muda, bebas finansial di usia 37 tahun. Impiannya adalah bisa hidup dari bunga deposito. Untuk mencapai impiannya, Agnes pun sudah membuat perencanaan yang sangat matang tentang hidupnya. Dalam tulisan itu, dia memaparkan hitungan matematika rumit yang membuat kening saya berkerut. Intinya begini, untuk mendapatkan bunga deposito sekitar 5 juta per bulan, Agnes harus memiliki tabungan sekian ratus juta rupiah (kalau tidak salah :D). Dalam sebulan, setelah melalui perhitungan panjang dan kehidupan superirit di Jerman, Agnes memperoleh angka sekian rupiah untuk ditabung per bulan. Dengan jumlah itu, Agnes bisa mewujudkan mimpinya pensiun dini dan bebas finansial setelah sepuluh tahun menabung. Dan selama itu pula, Agnes tidak bisa makan enak, tidak berlibur saat semua teman menikmati indahnya Eropa di musim panas, dan tidak pulang kampung ke Indonesia. WOW.....Saat tulisan itu dimuat, Agnes sudah menjalani dua tahun masa perjuangan. Artinya, ada delapan tahun tersisa. Istimewa.
      Dua orang yang saya ceritakan di atas tentu memiliki satu kesamaan. Mereka memiliki perencanaan yang matang tentang hidup dan bahagia menjalaninya. Saat kecil, kita semua tentu pernah mengalami hal-hal semacam ini bukan? Ketika ayah dan ibu menjanjikan boneka cantik jika kita berhasil duduk di peringkat pertama. Apakah kita tidak bahagia saat berjuang untuk mendapatkannya. Bangun pagi, belajar dua kali lipat lebih keras dari biasanya, berdoa lebih lama, semua dijalani dengan penuh semangat, penuh motivasi, untuk sebuah boneka cantik. Hal itulah yang saya lihat dari dua orang yang memberikan penawar pada saya itu. Mereka tahu apa yang mereka mau, membuat sebuah perencanaan, dan tidak tergoyahkan oleh apa pun.
     Dengan cepat saya menelan dua obat penawar galau itu sebelum bayangan Goa Pindul semakin menyerang ketahanan tubuh saya. Saya merapal doa untuk kehamilan saya, membayangkan berapa banyak biaya yang harus saya keluarkan untuk menjalani hidup sehat, periksa dokter, senam hamil, dan semua yang terbaik untuk buah hati saya. Bayangan-bayangan itu menggerus kegalauan saya perlahan. Tidak sampai sejam, saat tulisan ini hampir selesai, saya benar-benar tak lagi dihantui nyeri patah hati atas liburan yang saat ini tidak mungkin dilakukan. Tiga tahun lagi, saat laba bersih butik saya mencapai 10 juta per bulan, saya bisa melakukan perjalanan ke mana pun di negeri ini. Tidak hanya sendiri atau berdua dengan suami. Saya akan ajak serta buah hati kami (insya Allah), mertua saya, adik-adik saya, dan sahabat-sabahat saya. Semuanya GRATIS. Dan, Goa Pindul akan jadi yang pertama. :D

   *Sebuah balas dendam yang elegan bukan?

Surabaya, 31 Januari 2013
Di sela-sela nonton El Clasico :)

Selasa, 29 Januari 2013

Antibodi Patah Hati

   Dua malam lalu, dalam sebuah percakapan hangat lewat telepon, ada sebuah topik unik yang tanpa sengaja terdengar. Si profesor, adik saya, beberapa hari ini bertingkah aneh. Rambutnya mendadak gondrong. Hari-harinya dihabiskan bersama kemurungan dan kehampaan. Padahal, adik saya ini salah seorang yang saya kagumi: muda, cerdas, saleh, dan tentunya punya tampang yang lebih dari sekadar lumayan. Bagi pemuda yang sedang menyelesaikan sripsi dan mempersiapkan beasiswa S2-nya ke Swiss, tentu bukan masalah uang, akademis, atau problematika tingkat dewa yang bisa membuatnya galau. Permasalahan-permasalahan berat semacam itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Menyelesaikannya merupakan tantangan tersendiri. Lantas, apa yang membuatnya mendadak "seniman"?

   Selidik punya selidik (ini masih dugaan) si adik sedang putus cinta. "Lagi-lagi", penyakit satu ini sukses menghancurkan tatanan hidup seseorang. Meluluhlantahkan pemikiran logis dan prinsip-prinsip idealis yang dibangun sempurna. Tentang mimpi, hidup, dan rancangan-rancangan masa depan. Dan, secara spontan ingatan saya kembali pada sekitar tiga tahun lalu. Suatu masa ketika saya pun mengalami hal serupa. Diserang kegalauan karena serangan panah si cupid yang kebetulan nggak menembus hati, tapi otak saya. Akibatnya, otak saya nggak mau bekerja dengan semestinya. Pemikiran-pemikiran logis mendadak menguap. Nasihat dan omongan orang ibarat tukang bakso kelililing  Yang tersisa hanya bunyi tok tok tok tok....
   Putus cinta, patah hati, dan apa pun itu persamaannya memang tidak pernah bisa dilenyapkan dari muka bumi. Karena itu, cerita-cerita sejenis ini akan tetap eksis selama kehidupan itu sendiri ada. Kita akan selalu dan selalu menemukan orang-orang yang mendadak galau, melakukan hal-hal di luar akal sehat, dan sedikit lebai. Tingkat kegalauan dan keanehan itu bergantung berapa tingkat stadium patah hati yang menyerang dan kekebalan tubuh si penderita. Ada penderita patah hati yang kekebalan tubuhnya terlalu lemah sehingga apa yang menyerangnya benar-benar merusak semua tatanan hidup hampir keseluruhan. Nggak doyan makan, skripsi berantakan, mengurung diri di kamar, ngelamun di atas genting (ini pernah dilakukan teman saya), nangis bombai beratus-ratus malam, sampai berniat bunuh diri (Nauzubillah). Bagi yang kekebalan tubuhnya cukup lumayan, dampak penyakit tersebut mungkin sedikit bisa dikendalikan.
   Sebenarnya, hal-hal yang nggak mengenakkan ini bisa jadi duit kalau kita sedikit kreatif. Masih ingat dengan album Selamat Datang Pagi milik Glenn Fredly? Di dalamnya ada lagu Januari dan Akhir Cerita Cinta. Ingat kan? Kita juga pasti ingat bahwa dua lagu itu benar-benar booming. Saya masih duduk di bangku SMA kala itu. Hampir seluruh lagu di album itu menduduki posisi pertama di setiap chart musik, baik di radio atau televisi. Pertanyaannya adalah pernahkah Glenn menciptakan lagu seindah dan sehidup itu? Jawabannya NGGAK. Pertanyaannya lagi apa yang membuat Glenn mampu menciptakan lagu-lagu keren itu? Dan, jawabannya adalah PATAH HATI saudara-saudara.
   Kenapa lagu-lagu di album Selamat Datang Pagi benar-benar "hidup"? Siapa pun yang mendengarnya, apalagi yang merasakan hal sama, tentu merasakan efek luar biasa. Yup, Glenn menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu di album tersebut dengan sempurna karena itu adalah kisahnya, kehidupannya. Dia merasakan setiap nada dan lirik yang dia bawa. Ini yang saya maksud dengan patah hati yang penderitanya memiliki kekebalan cukup lumayan. Dia tidak membiarkan virus itu menghancurkan tatanan hidup secara kesuluruhan.
   Bagi saya, patah hati adalah sahabat baik hampir 11 tahun. Tepatnya sejak saya mengenal cinta pada usia 13 tahun. Adalah teman sekelas saya yang membuat saya menjomblo sepanjang remaja. Penyakit ini sukses membuat saya melakukan hal-hal konyol di luar akal sehat. Detailnya akan saya ceritakan di tulisan lain. Yang pasti, berbicara tentang patah hati, kita akan dihubungkan dengan serangkaian kisah, cerita, tindakan, peristiwa unik, konyol, memalukan, menyedihkan, mengharukan, dan banyak hal. Untuk itu, jadilah penderita dengan kekebalan tubuh yang sedikit lumayan. Memiliki antibodi yang cukup adalah hal wajib ketika kamu memutuskan untuk memasuki ranah cinta: mencintai, membangun sebuah hubungan.
   Lalu, dari mana antibodi itu didapatkan. Banyak: buku, film, komunitas, teman-teman yang superkeren, dan kreativitas. Orang-orang kreatif cukup mampu menyalurkan kegelisahannya lewat karya-karya menarik: puisi, cerpen, novel, lukisan, lagu, dan masih banyak contoh lain. Saya menghabiskan hampir enam diary dalam 11 tahun masa patah hati saya. Menulis juga salah satu bentuk kreativitas bukan?:p. Sahabat saya yang anak DKV menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk melukis sketsa segala sesuatu tentang perempuan yang dicintainya. Perempuan yang sudah punya pacar dan tak mungkin dimiliki teman saya itu. Hati boleh terluka, jiwa mungkin tersiksa, tapi jangan sampai mati konyol karenanya.
  Pada akhirnya, semua bergantung masing-masing penderita. Sebab, penyakit satu ini adalah penyakit paling abstrak di muka bumi. Meski begitu, jangan pernah berpikir untuk menghindarinya. "Nikmati saja. Suatu saat kamu akan menertawakan hari ini" begitulah kalimat yang saya katakan pada seorang teman saat dia merasa hidupnya hancur karena serangan patah hati. Dua tahun berselang, dia benar-benar menertawakan kebodohannya kala itu. Yup, karena dia telah bahagia dengan menikahi perempuan cantik, baik, cerdas, dan superbaik: Saya. :D


Surabaya, 30 Desember 2013
-Meetha-
       

Senin, 28 Januari 2013

Tuhan Itu Keren, Mas dan Mbak Bro.... :D

"Share donk, berapa laba bersih kamu per bulan?" 
"Ini masih hitungan kasar ya, admin-nya masih belajaran. Bulan lalu Alhamdulillah 5".

     Begitulah kira-kira dua kalimat awal percakapan saya lewat bbm dengan seorang teman "pengusaha muda" beberapa waktu lalu. Jujur, mata saya dibuat melebar dua kali lipat. "Lima" di sini tentu lima juta rupiah ya, bukan lima ratus ribu rupiah atau lima puluh juta :D. Sebuah angka yang sangat fantastis untuk usaha yang hanya dijalankan di rumah, dilakukan sambil "momong bayi", bersih-bersih rumah, nyuci, setrika, dan berbagai urusan rumah tangga lain. Di kantor tempat saya pernah bekerja saja gaji segitu rasanya punya kepala kompartemen saya (yang sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun). Luar Biasa.
    Saya lanjut ke pertanyaan kedua, tentang berapa persen kerugian yang dia dapat. Untuk ini, teman saya masih belum bisa memberikan jawaban pasti. Ya, saya paham itu karena usaha yang dia miliki masih berjalan sekitar enam bulan. Saat saya tanya apakah dia memakai jasa iklan berbayar, dia bilang tidak. WOW, saya kembali dibuat tercengang. Ternyata menggiurkan juga ya jadi pengusaha, pikir saya saat itu.
    Sebenarnya, saya tidak merasa heran dengan pencapaian teman saya. Kenapa? sejak awal saya tahu produk yang dia jual bukan sembarangan. Kali ini saya memberkan sepuluh jempol untuk sang kakak (ibu rumah tangga juga). Kalimat "ide itu harganya mahal" sepertinya bukan sebuah omong kosong. Ide dan kreativitas merupakan nilai tambah yang mutlak dimiliki setiap calon "entreneneur" (menurut saya ya :P). So, dari sekian banyak produk sama yang pernah saya tahu, produk ciptaan si kakak ini memang lain dari yang lain. Unik.
    Kembali lagi pada teman saya. Saat chatting itu berlanjut beberapa lama, secara spontan memori saya berputar ke masa sekitar satu setengah tahun lalu, pada pertengahan 2011. Malam itu saya pulang kerja sekitar pukul 23.00. Di depan kantor, teman saya dan calon suaminya sudah duduk lesu di tangga kecil. Teman saya memakai jaket tebal, jilbab pun dipakai ala kadarnya. Wajahnya lusuh, matanya sembab, seperti habis menangis. Kejadian selanjutnya bisa ditebak, saya memeluk dia, berusaha menenangkan dengan kalimat-kalimat standar (karena hanya itu yang saya punya). Singkat cerita, teman saya menjadi korban perampingan jumlah karyawan. Padahal, teman saya berencana menikah beberapa bulan lagi saat itu. Kala itu saya cuma bilang "Untuk menuju kebaikan biasanya memang ada ujian". Tidak banyak yang bisa saya berikan selain pelukan dan doa. Teman saya pulang dengan ucapan "terima kasih" yang terbata.
    Tuhan menunjukkan keagunganNya. Bahwa  Dia akan memberikan kemudahan untuk siapa pun yang punya niat baik, terlebih menyempurnakan separo agama: menikah. Kabar baik itu datang sekitar sebulan setelah malam muram itu. Teman saya diterima kerja di sebuah perusahaan Jepang. Mata saya menatap penuh iri melihat surat kontrak kerjanya yang kami cetak di warnet sebelah kos saya. Sebuah angka yang sangat besar untuk fresh graduate semacam kami. Yah, dua kali lipat UMR Surabaya saat itu lah. Dua kali lipat gaji saya :). Tuhan itu Keren, batin saya. "Tu kan, q bilang apa. Ini rezeki orang mau nikah".
    Belum genap setahun menikmati hidup bahagia: menikah, dua-duanya berpenghasilan lumayan, dan mendapat anugerah karena di rahimnya tengah tumbuh janin berusia sekitar dua bulan, cobaan kembali menghampiri teman saya. "Lagi-lagi", untuk kali kedua dia menjadi korban perampingan jumlah karyawan. Hidupnya kembali ke titik terbawah. Kali ini tentu lebih berat. Teman saya tidak mungkin bisa mencari pekerjaan pengganti. Tidak ada perusahaan yang mau menerima ibu hamil bukan? Maka, dia pun hanya bisa menerima kenyataan dengan "ikhlas". Meski saya tahu itu tidak mudah.
   Sang suami (yang kebetulan juga teman baik saya), tentu harus memeras otak lebih keras. Menjadi satu-satunya tumpuan keuangan keluarga dengan istri tengah hamil muda tentu tidak mudah. Penghasilannya di sebuah kantor telekomunikasi tidak sebegitu besar. Sebuah keputusan besar diambil. Diterima sebagai tenaga marketing di sebuah kantor leasing, teman saya mengundurkan diri dari pekerjaan lamanya. Harapan sempat menyeruak di langit-langit keluarga kecil itu. Saya pun senang mendengarnya. Sebagai istri, teman saya pun tidak tinggal diam. Saat itulah dia mulai membantu usaha online kakak keduanya. Meski belum seberapa, setidaknya dia melakukan sesuatu. Lagi-lagi saya tidak bisa berbuat banyak, hanya sesekali mengunjungi dan terus mendoakan.
   Sampai pada suatu sore, saya kembali dikejutkan kabar memilukan dari pasangan muda itu. Masih hangat dalam ingatan saya. Langit Surabaya sedikit mendung ketika kami bertemu di tempat calon suami saya. Suami teman saya mengundurkan diri dari pekerjaan barunya. Lingkungan kerja yang tidak sehat (teman-teman kantor sering ngajak "minum", waktu untuk salat yang susah didapat) menjadi alasan. Kami (saya dan calon suami saya) pun kagum atas keputusan itu. "Pasti setelah ini dimudahkan" kata saya memberi semangat. Teman saya mengangguk pelan. Matanya sayu, tubuhnya tak juga terlihat berisi meski usia kandungannya sudah semakin bertambah.
   Singkat cerita, pasangan muda itu meninggalkan Surabaya dengan kondisi sama-sama jobless. " Allah akan meninggikan derajat mereka setelah ini", kata saya dalam hati saat kali terakhir bertemu mereka di kota ini. Benar saja, semuanya berangsur-angsur membaik setelah itu. Usaha online teman saya semakin berkembang. Kehadiran bayi mungil mereka membuat pintu rezeki mereka semakin terbuka lebar. Beberapa bulan lalu, saat saya mengunjungi mereka dan bayi mungilnya, saya sempat bertanya berapa pendapatan bersih dari usaha itu. Teman saya menjawab sekitar satu juta rupiah. Dan, dua hari lalu, sekitar dua bulan setelah kedatangan saya saat itu, pencapaian itu meningkat lima kali lipat. Subhanallah.
   Hari ini, di hari ulang tahunnya, lagi-lagi saya belum bisa memberikan apa pun. Hanya untaian doa yang insya Allah terus terpaut di setiap sujud dan tulisan sederhana ini sebagai hadiah di pertambahan usianya. 25 tahun. Semoga kisahnya menjadi inspirasi, memotivasi, dan menjelma energi bagi saya dan Anda semua yang membaca. "Tuhan itu Keren, Mas dan Mbak Bro"....Kalau kata artis Pepeng saat wawancara di acara Chatting with YM "Allah itu ada buk..." :)

Semoga bermanfaat,
Surabaya, 29 Januari 2013
Untuk sahabat terbaik, ibu dan istri terhebat: Selamat ulang tahun, Ibu Ceriwis :)


nb: sejak di-PHK, teman saya ini menjadikan salat Duha sebagai kebiasaan. Subhanallah.